Bahasa & Hidup (I)
***
Diam-diam dari warung kopi kuperhatikan 2 orang yang sedang sibuk memeriksa bawaannya.
“Alah, aya nu poho!”.
Begitulah kira-kira ucapan yang keluar dari mulutnya. Dengan aksen khas Cianjuran yang memberikan kesan yang agak berbeda dibanding teman-teman lain yang istilahnya “salembur” (sama asalnya dari tanah Sunda).
Asal muasal dia memang berbeda. Lahir memang di Bogor, tapi besar di Cianjur lalu menetap disini. Sukabumi.
“Halah, terlupa pula?.”
Jawaban keluar dari mulut temannya. Sudah bisa ditebak asalnya dari mana. Batak. Ia orang rantau yang cukup sukses. Ia punya satu toko sembako yang memang tidak terlalu besar, tapi dapat menggaji 2 orang pekerjanya. Yang salah satunya adalah si orang Cianjur ini.
“Masih leuheung bahasa mereka”. Ujar ku dalam hati. “Beda dengan preman itu”.
“Mayar moal sia, kehed?!” Sambil mengancam akan menampar.
Kepalaku seperti otomatis menggeleng-geleng melihat kejadian itu. Pedagang sendal itu langsung memberikan sejumlah uang ke preman itu.
***
Ia kadang mati. Kadang hidup. Kadang sakit. Kadang sehat. Tapi ia bukan makhluk hidup dan punya kedekatan khusus dengan umat manusia.
Ia dibungkam agar mati. Karena sekali ia membual bisa kacau situasi ataupun karena bila ia berteriak akan tersingkap satu fakta yang menyedihkan.
Ia dihidupkan agar tercipta keamanan. Atau agar tercipta satu kebohongan.
Ia terlihat sakit karena dirusak, dinodai modernisasi.
Ia terlihat sehat karena dijaga, dirawat dengan baik.
Itulah Bahasa. Salah satu dari sekian banyak cara manusia berkomunikasi dan yang paling umum digunakan.
Merupakan teknik komunikasi yang sudah dipakai berabad-abad di sepanjang sejarah peradaban manusia dan sangat erat kaitannya dengan perkembangan manusia dari waktu ke waktu. Dari Bahasa yang ini sampai yang itu. Berderet ribuan bahkan mungkin jutaan Bahasa yang berbeda-beda.
Lalu, bagaimana kita? Negara Kesatuan Republik Indonesia?.
Jangan ditanya soal banyaknya bahasa. Kita ini gudang-nya. Di negara lain yang berbeda paling-paling hanya aksen saja ataupun bahasanya hanya sedikit terpakai. Tapi di negara kita semuanya benar-benar terasa perbedaannya.
Perkumpulan rantau adalah salahsatu buktinya.
Ya. Dimanapun seorang perantau berada bila sudah bertemu satu sama lain, bahasa tanah kelahirannya pasti yang akan dipakai. Ditambah segala jurus kebahasaan seperti senda gurau, pantun, cerita dan hal-hal lainnya.
Di seri artikel rahayatsunda.blogspot.com ini akan menyingkap segala hal yang bersangkut-paut dengan bahasa yang Insya Allah bermanfaat dan bisa dijadikan acuan sumber yang valid bagi pembaca.
0 komentar: