Bahagia Kami Sehari, Hari Perlawanan Nasional
Seorang bisa
disebut suhu saya belum puas melihat artikel yang saya buat di blog
ini. Jadi saya putuskan untuk melanjutkan tema Pertempuran Konvoy.
70 tahun yang lalu,
Perang Dunia kedua mulai merasuki daerah Asia Timur Raya
Sudah jatuh
tertimpa tangga. Jepang menyerah kalah perang karena dibombardirnya
kota Hiroshima dan Nagasaki, dan juga kehilangan Asia Timur Raya-nya.
Ekspansi daerah pun gagal. Tapi, dibalik itu semua rasa nasionalisme
penduduk Asia Timur Raya bangkit dan berdirilah negara-negara
tersendiri di daerah tersebut. Salah satunya negara kita.
Dan saat itu,
negara kita tercinta yang baru terlepas dari belenggu penjajahan.
Masih sangat terguncang oleh sekutu yang membawa Belanda dengan niat
kembali menguasai daerah jajahannya dulu.
Banyak tragedi yang
terjadi saat sepuh-sepuh mempertahankan kemerdekaannya. Peristiwa 10
November di Surabaya, Palagan Ambarawa, Agresi Belanda, Bandung
Lautan Api dan lainnya.
Dan saking cintanya
leluhur kita pada negaranya, kejadian-kejadian seperti diatas menjadi
tidak terhitung dan dianggap sepele. Padahal yang terjadi dilapangan
mungkin saja separah kejadian-kejadian yang besar.
Pertempuran Konvoy,
salah satunya. Pencegatan suplai bagi tentara sekutu yang berada di
Bandung, dianggap sepele oleh pemerintah.
Pertempuran
sepanjang Sukabumi-Cianjur ini memakan banyak sekali korban dan
mehancurkan sebuah kota kecil, Cibadak.
Pertama, kejadian
penggempuran dari siang menghambat laju konvoy berangkat ke Bandung.
Banyak korban berjatuhan dari kedua kubu. Tetapi, Inggris rugi berat
karena artileri mereka yang posisinya paling depan dihancurkan oleh
teknik “memukul kepala ular berbisa”.
Pemanggilan bantuan
udara dari markas sekutu di Jakarta sempat meredam serangan meskipun
satu pesawat Masquito ditembak jatuh. Memang sempat tertahan tapi
bantuan udara itu membuat pasukan konvoy lepas. Hanya pesawat yang
dapat menghentikan sepuh kita.
Kedua,
Pembombardiran kota Cibadak tanggal 10 Desember 1945 yang
mengahancurkan hampir seluruh wilayah Cibadak. Yaitu dari awal
Ongkrak/ujung Pamuruyan sampai Sekarwangi. Masyarakat tersakiti
secara batin dan fisik. Batin, mereka kehilangan harta, orang, mata
penceharian. Fisik, luka-luka, kelaparan, dan beberapa meninggal.
Ketiga,
Penghadangan bantuan pasukan Sekutu di Gekbrong. Awalnya bertujuan
untuk membantu pasukan yang tertahan di Sukabumi, tapi mereka sendiri
ditahan.
Keempat, Terus
tertahan di Sukabumi dan kerepotan, mereka mengutus Mayor Ravingh
Singh untuk berunding dengan Letkol Edi Sukardi. Perundingan itu
disertai juga oleh Walikota Sukabumi Mr. Syamsudin dan Bupati
Sukabumi Mr. Harun.
Pihak sekutu
meminta agar keselamatan pasukannya terjamin. Dan pihak TKR meminta
agar sekutu konsekuen terhadap penjanjian (pengawalan oleh TKR). Tapi
sekutu selalu melanggar karena diotaki oleh Van Mook, pimpinan NICA.
Pelanggaran ini
dikarenakan oleh keinginan pihak Belanda dibantu Inggris menguasai
kembali koloni Hindia Belanda.
Anehnya, Parlemen
Inggris sendiri memprotes pertempuran itu karena hanya membuang-buang
anggaran perang. Dari India pun datang protes dari Jawahral Nehru
yang tak ingin orangnya berperang melawan TKR.
Kelima, Pertempuran
Konvoy berlanjut dari tanggal 10-14 Maret 2016 dari Bojongkokosan
sampai Ciranjang. Sejauh 81 km. Penyebabnya pelanggaran perjanjian
lagi. Penembak jitu dari TKR ditempatkan di sepanjang jalan tersebut.
Baik di bangunan-bangunan, bukit, tebing dan lainnya.
Dari sinilah sekutu
muak dan melayangkan ultimatum ke Bandung. Tetapi, masyarakat
membungihanguskan terlebih dahulu kota Bandung. Peristiwa inilah yang
disebut Bandung Lautan Api.
Keenam, bagian
terakhir seharusnya bagian yang bahagia. Tapi sayang, cerita heroik
dari Daerah Penyangga Ibu Kota tidak tercatat sebagai peristiwa
bersejarah nasional seperti Peristiwa 10 November yang menjadi Hari
Pahlawan. Tapi, hanya menjadi Hari Juang Siliwangi yang bersifat
regional provinsi dan pastinya tidak merah atau libur. :D
Ketujuh, sempat
meminta dijadikan Hari Perlawanan Nasional kepada ibu Presiden
Megawati. Tapi, ditolak tanpa alasan oleh KSAD saat itu. Ia berkata
“Itu terjadi di setiap daerah, biasa saja”.
Menyedihkan,
pengorbanan sesepuh kita dianggap biasa saja oleh KSAD. Berkali-kali
dicoba tapi hanya diberikan Hari Juang Siliwangi.
“Panglima harus
tanggap, ini Hari Juang Siliwangi. Bukan kami, kami sudah sepuh.
Mungkin besok lusa meninggal”
-Letkol TNI (Purn)
Ilyas Karim-
Mantap, artikel sangat menarik dan menambah wawasan saya. Terimakasih
BalasHapus